Seputar Undang-Undang No.23 Tahun 2004
Sejenak Bersama Jaringan Mitra Perempuan (JMP) Paroki
(Oleh: Herybertus Sridoyo)
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, biasa disingkat KDRT, dapat terjadi pada istri, suami, anak dan semua orang yang berada dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang yang berakibat timbulnya kesengsaraan/ penderitaan secara fisik, psikologi, seksual, penelantaran rumah tangga maupun perampasan kemerdekaan melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Hak Korban KDRT:
1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, lembaga sosial, dsb.
2. Pelayanan kesehatan.
3. Penanganan khusus kerahasiaan korban.
4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum.
5. Pelayanan bimbingan rohani.
Kewajiban masyarakat jika mengetahui adanya tindak KDRT:
- Memberikan perlindungan kepada korban.
- Mencegah berlangsungnya tindak pidana.
- Memberikan pertolongan darurat.
- Membantu proses pengajuan perlindungan.
Sanksi pidana bagi pelaku KDRT:
- Kekerasan fisik, dipidana penjara 5-15 tahun atau denda Rp. 15-45juta.
- Kekerasan psikis, dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda max Rp. 9 juta.
- Kekerasan seksual, dipidana penjara paling lama 20 tahun atau denda max Rp.500juta.
- Penelantaran Rumah Tangga dipidana penjara paling lama 3 tahun atau denda max Rp.15juta.
Pembuktian yang sah tindak KDRT:
seorang saksi sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah apabila disertai dengan satu alat bukti yang sah lainnya berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Tujuan UU 23 Tahun 2004: Dengan adanya Undang-Undang Penghapusan KDRT, diharapkan terwujudnya hal-hal sbb:
- Masyarakat memahami penghormatan hak asasi manusia.
- Ada toleransi yang didasarkan atas perilaku kesetaraan dan keadilan gender dalam rumah tangga.
- Mencegah KDRT.
- Penegakan hukum dan aparat terkait penanganan korban dan kasus-kasus KDRT. (hs)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar