KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI
(ditulis oleh : Dionisius Agus Puguh Santosa)
Rekoleksi dibuka seusai Jalan Salib dan Perayaan Ekaristi pada hari Jumat, 15 Pebruari mulai pukul 20.00 Wita. Pastor Sing mengawali rekoleksi Sesi I ini dengan mengajak para peserta untuk berbicara tentang falsafah kita sebagai orang beriman yaitu mengikuti Kristus dan kaitannya dengan lingkungan keberadaan diri kita masing-masing, dengan harapan kita dapat menyadarinya dengan baik supaya respon kita selaku orang beriman menjadi pas atau sesuai; tidak terkecuali hal ini juga berlaku bagi para Imam/Biarawan/Biarawati serta kaum religius. Sebagai umat Katolik kita sebenarnya mempunyai hal yang khas seturut dengan perwahyuan Tuhan kepada kita sebagai Allah yang penuh kasih, juga sebagai Allah Penebus. Di sinilah ”warna iman” kita berbeda. Pastor Sing kemudian berkisah tentang keprihatinannya terhadap kaum muda kita yang rela pindah agama ketika hendak menikah, sebab mereka-mereka ini tidak sadar Siapa yang mereka tinggalkan sebenarnya? Para Pastor dalam hal ini punya tanggung jawab moral, karena mereka yang menghantarkannya kepada Yesus melalui sarana Sakramen Baptis. Jika hal yang demikian terjadi, maka Sakramen Baptis dapat bersifat hanya rituil saja, tanpa ada usaha untuk memperkenalkan Yesus secara lebih mendalam.
Pastor Sing menekankan bahwa sebagai orang Katolik kita harus mempunyai identitas yang jelas; siapa saya dalam hubungannya dengan Tuhan, sehingga nantinya kita akan mengerti apa keinginan Tuhan atas diri kita masing-masing. Dan hal ini dapat kita ketahui melalui proses merenung.
Secara perlahan, Pastor Sing kemudian mulai membawakan materi, dimulai dari Perjanjian Lama yaitu Kitab Kejadian, dimana didalamnya dapat kita lihat kisah penciptaan yang kebenarannya dapat kita saksikan di alam semesta. Di sini kita mengetahui bahwa Allah Pencipta adalah Allah Yang Maha Baik. Keagamaan kita hendaknya bukan hanya mengakui Tuhan akan tetapi kita pun harus tahu bahwa Allah mengasihi saya. Di sinilah letak perbedaan ”warna iman” kita jika dibandingkan dengan agama-agama lainnya. Dari wahyu penciptaan kita ketahui bahwa manusia diciptakan paling indah, sehingga bila kita melihat hal ini maka sudah sepantasnya kita bersyukur karena Allah sungguh memberkati kita; dimana kita dianugerahi hidup dan martabat sebagai seorang manusia. Kalau kita melayani, maka posisi kita adalah karena kita dikasihi oleh Allah. Pastor Sing berpesan kepada para anggota Dewan Paroki supaya melalui pelayanan yang kita lakukan, kita dapat bertumbuh bersama-sama dan mengalami kasih Allah sekaligus membagikannya bagi sesama; dengan kesadaran bahwa kita ini sebenarnya adalah sama-sama saudara se-peziarahan.
Materi kemudian berlanjut ke Perjanjian Baru dengan merefleksikan bacaan Injil Yohanes 1:29. Falsafah kita sebagai orang Kristiani adalah ”melayani”, sedangkan disisi lain falsafah dunia adalah kegelapan yang mau ”menguasai.” Dari bacaan Injil kita ketahui bahwa Yohanes memperkenalkan Yesus kepada murid-muridnya sebagai Mesias. Dalam hidup ini seorang manusia mencari hal-hal baik yang terkait dalam relasi kita dengan Tuhan. Pastor Sing juga menyoroti betapa pentingnya Pendidikan Religiusitas bagi anak-anak kita; dimana pendidikan ini dapat disampaikan melalui jalur sekolah dengan tujuan untuk membawa siswa dalam hubungannya secara pribadi dengan Tuhan.
Dalam mengadakan ”kontak” dengan Tuhan, hendaklah kita ”jujur” dalam mengungkapkan isi hati kita; jangan sekedar mementingkan ”ritus” atau hal-hal ritual saja. Dalam proses kontak dengan Tuhan itu kemudian timbul pertanyaan : ”Apa yang kita cari ketika kita pergi ke Gereja/datang kepada Tuhan?” Karena patut disadari bahwa sebagian umat kita tahu soal doktrin akan tetapi pada kenyataannya kurang menghayati imannya. Sesi kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab terkait materi yang telah disampaikan sebelumnya hingga menjelang pukul 22.00 Wita dan diakhiri dengan Doa Penutup.
Hari berikutnya, Sabtu, 16 Pebruari 2008, Rm. Sing mengajak peserta rekoleksi untuk menelaah secara mendalam isi bacaan dari Kitab Mazmur 119:33. Dalam relasi pribadi dengan Allah, relasi ini harus terus-menerus dibangun dan bersifat konsisten (tetap). Demikian halnya juga dengan relasi kita dalam keluarga, komunitas, lingkungan, paroki, masyarakat dan seterusnya, dengan memandang bahwa kita ini adalah saudara satu sama lain.
Pada sesi selanjutnya, Rm. Sing kembali mengajak peserta untuk menelaah Kitab Mazmur 119:73-76. Ketika kita konsisten menyatakan kepada sesama kita bahwa Allah adalah kasih, maka lambat laun mereka pun akan mengenal-Nya. Di sini kita harus tulus mengasihi. Kita ini dianugerahi Tuhan berbagai potensi dalam kehidupan ini. Tuhan Yesus sendiri tidak hanya memberikan perintah-perintah saja kepada kita, akan tetapi lebih daripada itu juga mendorong kita juga kepada “keutamaan-keutamaan,” dengan tidak mementingkan hal-hal yang bersifat intelektuil belaka. Sebab hanya manusia saja yang dapat menghayati keutamaan-keutamaan, sedangkan binatang tak mampu melakukannya. Dengan penghayatan yang baik atas keutamaan-keutamaan ini, maka relasi yang ada tidak akan padam. Dalam Yohanes 16:31-35 disampaikan tentang Perintah Hukum Kasih, dimana di dalam Yesus dinyatakan kasih Allah yang tak terbatas. Kebaikan kita adalah keutamaan kita sebagai “citra Allah”; jadi sikap kita/way of life kita adalah “keutamaan iman,” maka dalam Injil dinyatakan bahwa, “Hendaklah kamu saling mengasihi sama seperti Aku mengasihi kamu. Dengan makin menghayati keutamaan (kebaikan hati) ini maka kita akan mengalami kebahagiaan hidup.
Kemudian Rm. Sing melanjutkan menerangkan materi tentang hubungan tata keakraban dengan Allah melalui bacaan Yohanes 14:1. Materi selanjutnya adalah refleksi dari Injil Yohanes 17 tentang Doa Yesus, ”Jadilah mereka satu seperti Aku dan Bapa adalah satu.” Sebagai umat Allah kita harus saling melayani dan saling mendukung untuk membantu saudara-saudara kita yang lain untuk turut melayani juga seturut kemampuan mereka masing-masing sesuai dengan panggilannya. Rm. Sing juga mengingatkan betapa pentingnya membaca Sabda Tuhan. Dengan membaca Sabda Tuhan secara berulang-ulang untuk selanjutnya merenungkannya, maka kita akan semakin menghayani kebaikan-kebaikan hati/keutamaan-keutamaan.
Sebagai selingan, para peserta kembali diajak untuk bertanya jawab. Salah seorang umat dari Paroki Veteran, Ibu Adriana Sofjan menanyakan tentang kiat-kiat agar umat di paroki dapat lebih terlibat, yang meliputi sumbang pikir hingga kepada keterlibatan secara fisik. Rm. Sing menanggapinya dengan cukup bijaksana, dimana di dalam persaudaraan biasanya orang senang dipuji/disanjung, di sini koneksi/hubungan yang bersifat personal sangat diperlukan. Ada pepatah Cina yang berbunyi : “Masuklah melalui gerbangnya dan keluarlah melalui gerbang kita.” Kita bisa memulainya dengan proses recruiting. Secara sadar ataupun tidak, dalam kehidupan ini sebenarnya kita membentuk “pola,” misalnya saja jika anak sedari kecil dibiasakan ikut terlibat kegiatan Gereja, maka hal inipun akan terbawa sampai dewasa hingga berkeluarga. Kita juga harus sadari bahwa makin berbau kota, maka kesannya akan makin individuil. (bersambung...)
12 Juni 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar