28 November 2010

MENJADI BERARTI BAGI ORANG LAIN

Oleh: Andreas Sunarko

Setiap manusia selalu diperhadapkan pada pilihan untuk menentukan sikap. Pilihan pertama adalah pasif, menunggu saja apa yang akan terjadi pada dirinya. Orang sering menamai situasi ini dengan sebutan “terserah nasib” yang membuat para pelaku kehidupan menjadi pasif dan cenderung menyalahkan nasib untuk hal-hal negatif yang terjadi pada dirinya. Biasanya takaran yang dipakai adalah pola pikirnya sendiri. “Anugerah” yang diperoleh adalah jika segala yang diharapkan terpenuhi menurut ukurannya. Biasanya kriteria anugerah itu ditentukan dengan standar materi.

Pilihan kedua adalah aktif melakukan berbagai hal untuk mewujudkan kerinduannya. Pola ini memberi dampak yang besar bagi setiap orang untuk memaknai seluruh hidupnya melalui karya, sehingga ia tidak bergantung kepada nasib tetapi memaknai segala yang terjadi melalui refleksi kehidupannya.

Dua hal di atas adalah realitas yang dihadapi banyak orang. Sebuah peristiwa akan dimaknai sesuai dengan refleksi yang dilakukan seseorang sesuai dengan standar kehidupan yang didalaminya. Bagaimana kita memaknai seluruh rangkaian kehidupan yang pernah kita alami untuk merefleksikan dalam kehidupan yang akan kita alami pada hari-hari yang akan kita lalui selanjutnya.

Ketika saya masih kecil saya sering melihat simbok (ibu – red) membersihkan beras. Kadang-kadang secara iseng saya juga ikut membantu. Simbok menegur ketika saya membuang gabah dan batu kelantai, simbok mengajari untuk memisahkan menjadi empat kelompok yang dipisahkan, selain beras, ada kelompok gabah (beras yang masih ada kulitnya), ada kelompok menir (pecahan butiran beras), serta ada kelompok batu dan sekam (kulit beras). Setelah terpisah simbok memperlakukan keempatnya sebagai berikut :

1. Beras yang telah dibersihkan dimasukan kedalam daringan (sejenis gentong besar tempat menyimpan beras), sehingga siap dimasak kapan saja dengan rasa yang enak.

2. Gabah dimasukan kedalam karung gabah yang belum digiling. Menurut simbok, gabah tersebut sebenarnya memiliki bulir beras yang baik hanya saja tidak sempat pecah pada saat masuk ke mesin penggilingan padi. Nanti gabah tersebut akan digiling lagi agar menjadi beras.

3. Menir dimasukan dan dikumpulkan ke dalam wadah dari anyaman bambu. Bila jumlah menir sudah cukup banyak, menir tersebut akan ditumbuk menjadi tepung beras dan dicampur dengan biji kacang tanah atau ikan teri untuk membuat rempeyek. Itu akan lebih enak dimakan daripada dicampurkan dengan beras menjadi nasi.

4. Batu dan sekam diletakan dibawah tanaman bunga dihalaman rumah, menurut simbok supaya tidak mengotori lantai dan sekamnya bisa membuat tanaman subur sedangkan batu dengan sendirinya akan menyatu dengan tanah.

Di tangan simbok, gabah, menir, batu dan sekam pun masih sangat berarti dan diperlakukan sedemikian rupa sehingga tetap berguna.

Mereflesikan pengalaman di atas, ketika saya menggunakan hak menilai, saya lebih sering memandang gabah, menir, batu dan sekam sebagai suatu yang tidak berguna sehingga saya buang sehingga lantai menjadi kotor. Sementara itu simbok memandang semua menjadi berarti dengan dengan sedikit tambahan pekerjaan dan menunggu waktu yang tepat. Lalu ketika orang lain memberikan penilaian kepada saya sebagai gabah, menir, batu dan sekam ada dua pilihan yang bisa saya pilih: Membiarkan diri dibuang dan berserakan dilantai kemudian disapu dan dibuang ke belakang. Sedangkan pilihan yang lain adalah, terus berusaha menjaga kualitas gabah (diri) agar ketika digiling saya mampu menjadi beras yang baik atau tetap berusaha menjadi menir yang tidak lapuk agar ketika dibuat tepung beras dapat menjadi bahan rempeyek yang renyah dan gurih ataupun rela menjadi batu dan sekam yang menyatu dengan tanah untuk membuat rongga yang menyuburkan bunga yang tumbuh diatasnya sekalipun orang hanya memuji keindahan bunga itu.

Tuhan Yesus Kristus telah lebih dahulu menjadi seperti tidak berarti tetapi Dia memberikan diriNya dan sungguh menjadi sangat berarti bagi banyak orang, Dia memberi keselamatan, Dia memberi kehidupan, Dia memberi jalan, Dia menjadi sumber harapan. Saya dan saudara bukan, gabah, bukan menir, bukan batu apalagi sekam. Kita bahkan menjadi biji mata-Nya dan sangat berarti bagi-Nya. Atas kasih Tuhan Yesus tersebut, maka yang menjadi permenungan bagi kita adalah apa yang mesti kita buat untuk menjaga kulitas hidup kita dan keluarga, kualitas hidup warga Komunitas, dan kualitas hidup umat Paroki dengan segala kemampuan dan kesempatan yang kita miliki.

Tidak ada komentar: